Senin, 19 April 2010

LANDASAN HUKUM PERBANKAN SYARIAH

II. LANDASAN HUKUM PERBANKAN SYARIAH

Sejarah perbankan syariah di Indonesia, melalui beberapa tahan periode yaitu:

1. PERIODE SEBELUM TAHUN 1992

Sebelum tahun 1992 di Indonesia telah berdiri bank syariah dalam bentuk BPR Syariah yaitu : BPRS Mardhatillah, BPRS Berkah Amal Sejahtera, Al-Mukaromah dimana sebagai pendiri adalah alumni ITB atau Masjid Salman (Masjid dalam lingkungan kampus ITB, Bandung). Pada periode ini BPRS didirikan sesuai dengan perundang-undang perbankan yang berlaku saat itu (bank konvensional), dan tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bank syariah disamping masyarakat yang belum memungkinkan untuk diajak bertransaksi syariah, sehingga BPR-Syariah tersebut mati secara pelan-pelan.

2. PERIODE TAHUN 1992 – 1998
Dalam periode ini lahir puluhan BPR Syariah dan satu Bank Umum Syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia. Dijelaskan pada Undang-undang nomor 7 tahun 1992 mengenai bank syariah yaitu mengatur tentang usaha bank syariah sebagai berikut :

 Usaha Bank Umum : “Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (pasal 6 huruf m).”
 Usaha Bank Pengkreditan Rakyat : “Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (pasal 13 huruf c).”

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan tersebut pemerintah mengeluarkan dua ketentuan perbankan syariah yaitu :

a) Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Bagi Hasil. Sehingga undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Peraturan Pemerintah tersebut sebagai landasan hukum berdirinya Bank Umum Syariah.

b) Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1992 tentang Bank Pengkreditan Rakyat Berdasarkan Bagi Hasil. Sehingga undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan Peraturan Pemerintah tersebut sebagai landasan hukum berdirinya Bank Pengkreditan Rakyat dalam periode ini.

3. PERIODE TAHUN 1998 – 2008
Dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tersebut telah dibahas ketentuan-ketentuan bank syariah misalnya :

a) Dalam pasal 1 angka 13 disebutkan “prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan usaha lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musbarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)

b) Pasal 6 huruf m ” menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatanlain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia “.

Dalam penjelasan pasal ini disebutkan “ pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain :

1) Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah
2) Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah
3) Persyaratan baik pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

c) Masih banyak pasal lain yang mengatur tentang perbankan syariah oleh karena dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 telah dibahas bank syariah, pemerintah mencabut dua peraturan pemerintah tersebut diatas dengan peraturan pemerintah nomor 30 tahun 1998. Sebagai peraturan pelaksanaannya Bank Indanesia mulai tahun 1999 banyak mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur bank syariah. Ketentuan-ketentuan ini yang merupakan landasan hukum berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah dan Bank Umum Syariah seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah dan beberapa cabang syariah dari bank konvensional, seperti BRI Syariah, BNI Syariah, BTN Syariah, Bank Jabar Syariah dsb.

4. Periode setelah tahun 2008
Mulai tahun 2008 perbankan syariah di Indonesia memiliki Undang-undang tersendiri, yaitu Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang ini secara lengkap sebagaimana tercantum dalam lampiran buku ini. Bank Syariah yang didirikan dan/atau menjalankan kegiatan usahanya mulai tahun 2008, sudah tentu berdasarkan Undang-undang nomor 21 dan seluruh peraturan pelaksanaannya. Ketentuan-ketentuan yang diatur berdasarkan Undang-undang nomor 10 tahun 1998 dan peraturan pelaksanaannya tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-undang nomor 21 tahun 2008. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 69 undang-undang tersebut yaitu:

“Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, segala ketentuan mengenai Perbankan Syariah yang diatur dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 10 tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1998 nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3790) beserta peraturan pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini”.


Sumber : Wiroso (2009), “Produk Perbankan Syariah”, LPFE dan IBFI
PENGERTIAN DAN LANDASAN HUKUM BANK SYARIAH

I. PENGERTIAN BANK SYARIAH

Pengertian Perbankan menurut pasal 1 butir 1 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Jenis-jenis perbankan menurut pasal 5 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 adalah :

1. Bank Umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Pasal 1 Undang-undang no.7/1992 tentang perbankan)

2. Bank Pengkreditan Rakyat, yaitu bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan hal itu. (Pasal 1 Undang-undang no.7/1992 tentang perbankan)

Dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2008 pasal 1 memberikan penjelasan dan pengertian antara lain sebagai berikut :

1. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencangkup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

3. Bank Konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.

4. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensionak yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

5. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

6. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

7. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

8. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

9. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk, dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.

Pengertian syariah dijelakskan dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998, pasal 13 sebagai berikut :

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.

Ketentuan syariah dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pasal 1 angka 12 sebagai berikut :
Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

Dalam Kerangka Dasar Akuntansi Syariah, yang disusun oleh Dewan Standard Akuntansi Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia). Dewan Syariah Nasional (Majelis Ulama Indonesia), Bank Indonesia, Departemen Keuangan dan praktisi, menjelaskan :
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakebolder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk agar hubungan tersebut menjaadi saling menguntungkan, strategis dan harmonis.